
“Tanpa mak, mungkin saya tak pernah sampai di Aceh. Wajar kemudian saya menyambut beliau dengan baik di Aceh, sebagaimana orang Aceh telah menyambut saya dengan istimewa,” ucap Jenderal.
Oleh: Hasnanda Putra*)
SUATU pagi kami diundang ke Kantor Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh, kebiasaan ada rapat atau pertemuan mendadak.
Hasnanda Putra bersama Kepala BNN Aceh Faizal Abdul Naser dan Keluarganya
Sebelumnya, jelang tengah malam jenderal bintang satu yang memimpin BNN di Aceh mengirim pesan whatsapp ke saya. “Dinda, besok kita makan siang di kantor ya.”
Bila itu sapaannya, maka serta merta jawaban saya bukan “Siap Pak”, tapi “Baik Abangda”.
Hangatnya sapaan itu terasa setiap waktu. Nyaris tidak kita temukan perintah searah atau kalimat kasar.
Sebuah model kepemimpinan modern yang arif dan patut ditiru.
Menjelang siang, saya segera merapat. Hidangan makan minum telah tertata di ruangannya.
Saya mencoba cari tahu agenda siang itu. Tidak ada jawaban dan informasi jelas, yang terdengar bahwa ada tamu khusus yang ingin disambutnya.
Beberapa saat kemudian, ajudan mengabari tamu telah tiba. Jenderal dengan sigap berdiri dan menuju pintu masuk.
“Inilah bos yang kita tunggu,” katanya pada kami.
Ternyata ia menunggu dua perempuan istimewa dalam kehidupannya. Sang Ibu tercinta dan istri terkasih.
Sesaat kemudian, ibu dan istrinya segera dipersilakan duduk di kursi utama depan sebuah meja rapat terbatas. Benar-benar istimewa.
Sebelumnya, saya belum pernah melihat ada orang lain selain jenderal yang berani duduk di kursi itu, karena dari tempat itu ia “memimpin” tim BNNP dan Kepala BNNK setiap waktu.
Bukan itu saja, tiba-tiba sebuah x-banner dipasang tepat di belakang Sang Bunda.
Sangat menyentuh biarpun kalimatnya singkat “Selamat Datang Mak Kami”.
Pernahkah kita melakukan itu atau melihat orang lain berbuat serupa? Beruntunglah bagi yang sudah melakukannya.
Pada x-banner mungil yang berdiri, kalimat “Selamat Datang Mak Kami” dengan foto mereka bertiga.
Jenderal, Mak dan Istri. Sungguh sangat luar biasa.
Kepala BNN Aceh Faisal Abdul Naser saat menyambut kedatangan ibu dan istrinya tiba di Aceh.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana dengan penuh Sang Jenderal memuliakan orang tuanya.
Pernah suatu waktu ia bercerita tentang nama lengkap Faisal Abdul Naser atau disingkat Faisal A.N.
Oleh teman-temannya kemudian memplesetkan AN menjadi anak nakal.
Sebuah bahasa satire yang menggambarkan keseharian putra Medan ini yang banyak akal dan tak berhenti berkreasi dalam tugas.
“Nakal-nakal boleh tapi jangan ganggu orang lain dan minta doa selalu sama orang tua,” katanya.
Begitulah, pangkat jabatan yang kita miliki hanyalah amanah sesaat.
Ada banyak doa orang tua dalam kesuksesan kita, muliakan mereka bagai kita hormati seorang raja dan ratu. Dialah “Sulaiman” dan “Balqis” kita.
“Mak saya bertahan hidup setelah ditinggal meninggal bapak, tidak kawin lagi dan terus berjuang membesarkan kami,” ujarnya sambil menyeka air mata.
“Tanpa mak, mungkin saya tak pernah sampai di Aceh. Wajar kemudian saya menyambut beliau dengan baik di Aceh, sebagaimana orang Aceh telah menyambut saya dengan istimewa,” ucap Jenderal.
Begitulah Jenderal “nakal” itu ternyata seorang anak “Mak” yang setia, santun dan mudah tersentuh.
Banda Aceh, 12 Agustus 2019
*) PENULIS Hasnanda Putra, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Banda Aceh.
Sumber : serambinews.com