
Oleh Hasnanda Putra | 4 Agustus 2020
Kepala BNN Kota Banda Aceh
“Pak Ustadz Mau tanya. Mengkonsumsi daun ganja dijadikan sayur mayur apa hukumnya?,” tanya seorang jamaah kepada Ustadz Abdul Somad (Tribuntimur.com /12 Juli 2019). Pertanyaan ini barangkali mewakili sebagian orang yang masih penasaran tentang isu ganja dalam makanan. Beberapa media menulis reportase tentang adanya makanan di Aceh yang memakai bumbu dari daun ganja. Namun benarkah enaknya makanan di Aceh karena ganja?
Sebelum menjawab, ada baiknya kita melihat terlebih dahulu jawaban Ustadz Abdul Somad atas pertanyaan dari netizen itu dalam video yang diunggah channel Youtube Ustadz Abdul Somad Official.
Menjawab hal itu, Ustadz Abdul Somad menyampaikan bahwa setiap yang memabukkan, apapun namanya yang memabukkan, maka dia khamar.
“Maka setiap yang memabukkan itu hukumnya haram,” kata Ustadz Abdul Somad.
“Ganja, sabu-sabu, putau, hipnol, kecubung, setiap yang memabukkan haram,” tegasnya.
Lalu bagaimana kalau mengkonsumsinya hanya sedikit saja?
Ustadz Abdul Somad mengatakan, itu tetap saja haram.
“Kalau banyaknya mabuk, maka sedikitnya pun tetap haram,” kata Ustadz Abdul Somad.
Ganja atau cannabis sativa adalah tumbuhan penghasil serat, namun lebih dikenal sebagai obat psikotropika, karena adanya kandungan zat tetrahidrokanabinol (THC).
THC dapat membuat pemakainya mengalami euforia berupa rasa senang yang berkepanjangan, tanpa sebab.
Ganja adalah narkoba yang paling banyak dikonsumsi dalam 1 tahun terakhir di Indonesia dengan sekitar dua juta lebih pengguna menurut penelitian BNN tahun 2019.
Tanaman ganja maupun hasil olahannya merupakan salah satu jenis narkotika golongan I sebagaimana disebutkan dalam Daftar Narkotika Golongan I di angka 8 Lampiran I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU Narkotika”):
Tanaman ganja, semua tanaman genus-genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Fatwa MUI sejak 1976 telah menyatakan haram hukumnya penyalahgunaan narkotika, termasuk ganja di dalamnya. Ulama menyebut narkoba membawa kemudharatan yang mengakibatkan rusak mental fisiknya seseorang, serta terancam keamanan masyarakat dan ketahanan nasional.
Putusan fatwa ini dipertegas kembali oleh Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI, Noor Ahmad kepada wartawan, sebagaimana dikutip Detik (31/1/2020), bahwa ganja itu haram.
“Yang jelas itu (ganja) kan barang yang haram ya. Kalau barang yang haram itu kan dijual beli juga haram. Artinya, ya, kalau ada usul untuk ekspor, ya, haram, semua. Ndak boleh, ndak diperbolehkan,” kata Noor Ahmad.
Dia menegaskan segala sesuatu yang telah diharamkan tidak boleh dimanfaatkan. Menurut Noor, masih banyak tanaman halal yang manfaatnya sama seperti ganja.
Makanan Aceh tanpa ganja
Gurihnya kuliner di Aceh dari berbagai sajian kuah ikan, daging sampai mie Aceh membuat pencari kuliner berburu ke seluruh pelosok Aceh. Tidak ada yang bisa memungkiri pesona kelezatan dan keragaman wisata kuliner negeri ujung barat Indonesia ini.
Aceh dikenal begitu kaya akan khasanah kuliner yang lezat karena menggunakan bumbu-bumbu dan rempah yang khas. Rempah-rempah pilihan yang dipakai tidak termasuk ganja sama sekali. Hal ini dapat dibuktikan langsung di beberapa tempat kuliner di Aceh, hanya saja informasi adanya bumbu ganja dalam makanan adalah berita yang dilebih-lebihkan. Enaknya makanan di Aceh karena merupakan perpaduan antara kuliner bercita rasa Melayu dengan Timur Tengah dan India.
Jadi sudah jelas kan, bahwa enak dan gurihnya makanan di Aceh bukan karena barang narkoba bernama ganja. Perpaduan rempah-rempah pilihan adalah kunci resep lezat nya kuliner di Aceh.
Nah kesimpulannya, Ganja itu kecil besar tetap saja haram.