
Oleh : Hasnanda Putra
Hari ini Jum’at 1 Ramadhan 1441 H mengingatkan kita pada sejarah ketika kota ini dibangun pertama sekali oleh Sultan Johansyah pada Jum’at 1 Ramadhan 601 H.
Hari dan waktu yang sama di tahun hijriah, dan berdasarkan kalender Islam tersebut Banda Aceh telah berusia 840 tahun.
Secara masehi tanggal hari jadi bersamaan dengan 22 April 1205 dan diperingati resmi oleh Pemko Banda Aceh, dan untuk tahun ini jatuh pada hari rabu 22 April 2020. Kota tua ini sesuai kalender masehi telah berusia 815 tahun.
Terdapat selisih tahun keduanya cukup jauh, 25 tahun. Namun kita tidak perlu memperdebatkan mana yang sebenarnya layak diperingati, apakah tanggal 22 April atau 1 Ramadhan.
Pencantuman kelahiran Banda Aceh ditulis pada Plakat Titik Nol Banda Aceh, di lintas Gampong Jawa – Gampong Pande ke Ulee Lheue.
Pinto Donya
Banda Aceh adalah gerbang, pintu dunia menuju negeri-negeri Nusantara. Sejarah permulaan Islam juga berkaitan erat dengan Banda Aceh sebagai kota terdepan di jalur Selat Malaka dan Samudera Hindia.
Sejarah kemudian mencatat kegemilangan Banda Aceh pada paruh abad 17 dengan Raja terkenalnya Sultan Iskandar Muda.
Sebelum menjadi kerajaan Aceh Darussalam yang dipersatukan oleh Sultan Ali Mughayat Syah bertakhta dari tahun 1514 sampai tahun 1530, maka yang disebut Aceh hanyalah wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar saat ini. Selebihnya adalah kerajaan-kerajaan kecil yang berdiri sendiri seperti Pedir, Daya dan lainnya.
Banda Aceh menjadi unik karena telah menjadi ibukota Aceh sejak 1205 M ketika pertama sekali didirikan di Gampong Pande. Sejarah ini juga menunjukkan bahwa tidak ada Aceh tanpa Banda Aceh sebagai ibukota.
Sebagai ibukota, Banda Aceh adalah milik bersama dari 22 kabupaten kota lainnya.
Banda Aceh adalah etalase, menampung ragam budaya suku-suku yang ada di Provinsi Aceh dengan kekhasannya sendiri.
Tidak boleh ada yang berpikir bahwa Banda Aceh itu sebuah kabupaten kota semata, namun jauh dari pada itu kota ini adalah “ibu” dari daerah lainnya. Sebagai pusat peradaban Aceh, spirit of Aceh.
Masa depan kota
Banda Aceh saat ini berpenduduk 265.111 (BPS 2019) dan menjadi wilayah terkecil sebagai ibukota provinsi di Sumatera dengan luas wilayah hanya 61,36 km².
Populasi perkotaan akan terus meningkat. Diperkirakan, tahun 2050, tiga perempat dari populasi manusia dunia akan menjadi penduduk perkotaan.
Urbanisasi saat ini terus meningkat. Sebuah kota dibutuhkan tata ruang yang teratur dan tegas tidak sekedar aturan belaka. Sebuah kota tanpa pemenuhan tata ruang yang baik, maka hak-hak penduduk penghuni lingkungan kota akan terabaikan.
Ketua Umum IAP Bernardus Djonoputro sebagaimana ditulis di Republika (14/8/2019) mengatakan, sudah lama tidak ada inovasi dalam perencanaan kota. Selama 20 tahun terakhir, kota direncanakan dengan sangat normatif.
Menurutnya, sebuah Survei yang dilakukan pada 2017 bahkan menyebutkan ada 40% warga kota yang merasa tidak nyaman tinggal di kotanya. Ada beberapa faktor, seperti kemacetan, polusi, akses terhadap penyandang disabilitas, dan masalah utilitas seperti air.
Tata ruang tidak boleh hanya mengikuti kemauan pasar semata, tapi mampu mendorong iklim investasi yang kondusif dengan cara mengarahkan kegiatan investasi agar menempati ruang yang sesuai dengan prinsip keberlanjutan pembangunan.
Kota Cerdas
Banda Aceh harus berjuang menuju Kota Cerdas, dengan menjalankan berbagai solusi cerdas yang berkelanjutan.
Sultan Johansyah sang pendiri telah meletakan pondasi kota ini pada 8 abad yang lalu dengan “cerdas”, dan kita yang hidup di abad modern ini harus mampu memiliki visi melebihi para pendahulu dengan lebih cedas dan mengagumkan agar Banda Aceh terus terdepan dan istimewa.
*Penulis adalah Kepala BNN Kota Banda Aceh.